Senin, 05 September 2016

SEL-SEL NARKOBA IBARAT JARING LABA-LABA
Kenapa Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia darurat narkoba. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa Narkoba sudah merambah ke semua kalangan, bahkan beberapa pejabat yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat atau rakyat pun menjadi budak narkoba. Diantaranya ada seorang Wakil Rakyat, Kepala Daerah, Kepala BNNP, Dandim, Kasat Narkoba yang Notabene menjadi garda terdepan dalam P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba), salah satu contoh seorang Bupati Ogan Ilir Sumsel adalah Bupati termuda Indonesia (AWN) baru dilantik pada 17 Februari, ditangkap Minggu 13 Maret 2016 malam di kediaman orangtuanya karena kasus narkoba, sungguh memalukan dan tidak patut ditiru.
Pemberantasan Narkoba di Indonesia saat ini laksana menegakkan " Benang Basah ", sangat sulit sekali. Kalau kita lihat di media Televisi, ketika ditemukan kasus kakap peredaran dan jaringan Narkoba, tidak lama berselang ditemukan lagi peredaran dan jaringan Narkoba yang lebih besar lagi. Dan anehnya, itu bukan dilakukan oleh orang yang sama, seolah-olah APH (Aparat Penegak Hukum) berkejar-kejaran dengan jaringan narkoba yang berbentuk " sel-sel " yang senantiasa tumbuh kembali dan cepat berkembang dan tidak ada matinya. Ibarat jaring Laba-laba manakala ada jaringannya yang putus segera pulih kembali membentuk sel-sel jaringan baru kembali.
Di sisi lain, hingga saat ini, sanksi yang diberikan kepada pengedar dan pemakai Narkoba masih terbilang ringan, belum sampai memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera. Bahkan hampir sebagian besar nama yang pernah dipenjara karena kasus Narkoba secara berulang keluar masuk penjara dengan kasus serupa. Kalaupun dihukum dan dimasukkan ke dalam penjara, selepas dari penjara bukannya insyaf, tetapi justru menjadi " naik statusnya ". Yang dulunya pengguna menjadi pengedar kelas teri, yang dulunya pengedar kelas teri menjadi pengedar kelas kakap, demikian seterusnya.
Terlebih lagi, amanat UU 35/2009 tentang Narkotika di pasal 54 dan 55, sebagaimana yang diungkapkan BNN, pengguna yang melaporkan diri ke BNN untuk direhabilitasi tidak terjerat hukum karena dilindungi Undang-Undang tadi. Disini terlihat ketidak totalan dalam pemberantasan Narkoba. Solusi yang ditawarkan adalah upaya rehabilitasi pecandu, karena para pecandu hanya dianggap sebagai korban, bukan penjahat. Artinya bahwa, kemungkinan pecandu bisa naik tingkat menjadi pengedar sangatlah besar, karena pecandu hanya dijadikan sebagai korban, yang hanya perlu direhabilitasi, tidak diberikan hukuman yang membuat efek jera. Inilah salah satu yang membuat persoalan narkoba tidak pernah selesai.
Sangat bisa dipahami kenapa hukuman yang diterapkan kepada para penjahat narkoba tidak menimbulkan efek jera atau sangat ringan. Karena regulasi yang diterapkan di negeri ini adalah regulasi yang dibuat oleh manusia, yang dalam pembuatannya terjadi tarik ulur dari berbagai kepentingan, penuh dengan lobi-lobi dari para pemilik kepentingan tersebut. Hingga pada akhirnya persoalan narkoba sepertinya akan menjadi persoalan yang akan terus membelit di Indonesia, jika aturannya masih sama. Kolaborasi Pengguna, Pemakai, Pecandu dan Pengedar membentuk sel-sel jaringan baru bak Jaring Laba-laba. Salam Hormat
Prayit H, SH.
Tunjukkan leb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar